Urban Farming

mengenal urban farming

Urban Farming itu lifestyle atau keterpaksaan? Mungkin kita-kita sering mendengar istilah yang lagi ngetrend belakangan ini: urban farming. Muncul kemudian pertanyaan, apa sih bentuknya urban farming itu. Apakah dengan menanam tanaman dalam pot lalu dijejer-jejerkan diteras itu sudah termasuk dalam pengertian urban farming?

Jawabnya bisa ya bisa tidak. Tergantung sudut pandang masing-masing dalam memandang urban farming.

Secara sederhana, urban farming dapat diartikan sebagai sebuah tehnik pertanian didalam kota yang memanfaatkan ruang sempit disetiap sudut pekarangan yang bertujuan untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas dan atau menghasilkan nilai ekonomis.

Sejarah Urban Farming

Urban farming mulai dikenal dalam masyarakat mesir kuno di Machu Pichu ketika mereka melakukan konservasi air dengan memanfaatkan kembali air yang sudah dipakai sebagai bagian dari pengairan untuk tanaman pangan pada teras bertingkat untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari.

Urban farming kemudian juga digunakan masyarakat Jerman pada awal abad ke 19 untuk menjawab masalah kemiskinan dan ketersediaan bahan pangan akibat Perang Dunia I.

Berturut -turut, masyarakat di US, Canada dan UK melakukan hal yang sama untuk mengatasi produksi pertanian yang terus tertekan akibat penggunaan lahan pertanian yang diarahkan untuk mobilisasi perang dunia II. Ide dasarnya adalah bagaimana memproduksi makanan di luar pedesaan dan mengurangi impor.

Ada banyak teknik dalam urban farming ini, mulai dari horizontal garden yang memanfaatkan lahan kosong secara horizontal, lalu ada juga yang memakai teknik vertical garden yang memanfaatkan lahan atau tembok untuk digunakan sebagai lahan tanam yang menggunakan teknologi tertentu pula.

Yang terbaru adalah teknik hidroponik (dengan media tanam air) dan aeroponik (tanpa media tanam hanya digantungkan saja). Ketiga teknik terakhir merupakan sedikit solusi untuk mengatasi minimnya lahan di perkotaan yang tidak memungkinkan terjadinya pertanian secara horizontal.

Urban farming bukan hanya tanaman hias

Urban farming kemudian tidak terbatas dengan jenis-jenis tanaman sayuran dan buah-buahan, teknik ini juga mulai dikembangkan pada tanaman-tanaman hias.

Seperti anggrek dan tanaman hias lainnya. Ini semua tak lepas dari salah satu tujuan yang urban farming yang berkembang belakangan ini, yang bertujuan memperindah tata ruang di perkotaan.

Seperti yang sudah disebut, tujuan urban farming pada akhirnya bergantung pada persepektif dan kepentingan masing-masing. Semuanya sah karena tidak ada kebenaran absolut pada definisi urban farming.

Lalu bagaimana dengan Indonesia, utamanya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan banyak kota lain yang sedikit demi sedikit konsumsi pangannya mulai bergeser dari pangan lokal ke pangan impor?

Belum lagi ditambah dengan fluktuasi beberapa pangan pokok seperti cabai yang naik turunnya seperti roller jetcoaster?

Memahami kondisi yang sedemikian rupa, tidak ada salahnya bila warga kota mulai melirik urban farming sebagai bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan sendiri.

Urban farming sebaiknya dimulai sebagai bagian dari upaya untuk mengisi waktu luang dihari libur dengan bercocok tanam pada tepi-tepi pekarangan dan sudut-sudut sempit di taman. Manfaat yang diperoleh jauh lebih banyak dibanding kita menghabiskan energi fosil dan uang dengan liburan ke taman, ke gunung, ke mall dan tempat lainnya.

Aktivitas ini selain bisa menyegarkan tubuh juga mampu merefresh jiwa kita untuk kembali segar. Kita juga bisa mengajak anak-anak meninggalkan gadget mereka sejenak dengan melakukan aktivitas bersama, bertukar cerita dengan anak dan banyak lagi.

Mulailah dengan melihat ketersediaan tempat dipekarangan anda. Perhatikan baik-baik arah datangnya sinar matahari pagi. Ketiadaan sinar matahari mestinya tidak membuat kita membatalkan untuk berkebun. Ada banyak lampu sinar ultraviolet untuk mengganti matahari. Yang paling murah adalah dengan menggunakan cermin dan mengarahkan pada tempat yang kita inginkan.

Pilih yang sesuai

Setelah mendapati tempat yang sesuai, coba ajak anak-anak mencari tau tentang bagaimana bentuk yang sesuai untuk tanaman-tanaman tersebut. Apakah model horizontal yang diletakkan pada dinding atau model vertikal bertingkat. Jangan remehkan pendapat mereka. Seringkali anak-anak tau apa yang lebih sesuai.

Setelah kita tau apa yang mau kita bangun dan kita bentuk, ajak anak-anak untuk melakukan hunting media tanam dan bentuk-bentuk potnya. Mulailah dengan pot yang sederhana untuk menghindari pemborosan.

Mulailah kemudian memilih benih atau tanaman yang akan ditanam. Ini titik penting. Anda bisa memilih tanaman hias atau tanaman pangan seperti bayam, daun bawang, tomat, cabai dan sebagainya.

Kenapa saya mengatakan ini titik penting? Karena semangat urban farming pada awalnya dimulai bukan pada pengembangan tanaman hias melainkan pemenuhan kebutuhan pangan.

Orang-orang di Machu Picchu memulai untuk pemenuhan kebutuhan pangan demikian juga masyarakat Jerman, US, Canada dan UK juga memulainya karena ada keterdesakan makanan pangan.

Bagaimana dengan kita? Wow… hampir sebagian besar makanan kita impor. Pertanian kita hanya mampu memenuhi 60 persen kebutuhan masyarakat indonesia. List makanan yang harus diimpor bukan main panjangnya. Untuk itu kita harus mengeluarkan uang lebih besar.

Bagaimana memulainya

Lalu mengapa kita tidak memulainya di rumah sendiri. Memenuhi kebutuhan pangan sederhana. Kita bisa bertanam tomat, cabe merah, cabe rawit, bawang, daun bawang, kangkung, bayam hijau, bayam merah dsb.

Terlihat sederhana. Namun tanyakanlah istri anda dirumah. Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli hal-hal yang anda pandang sepele.

Itu satu hal. Anda bisa menghemat uang. Hal yang kemudian lebih berarti lagi adalah anda bisa menanam sayuran organik. Tanpa pupuk kimia, tanpa pestisida, tanpa insektisida dsb.

Rajin-rajin surfing dan bertanya pada mbah google untuk menjawab pertanyaan anda tentang pertanian organik sederhana.

Hal lainnya yang menjadi keuntungan anda adalah interaksi bersama keluarga. Saya berani jamin, anak-anak akan jatuh cinta bila melihat tanamannya tumbuh, berbuah dan bisa dinikmati dimeja makan. Ini akan berbeda bila anda menanam tanaman hias yang hanya bisa dinikmati oleh mata anda.

Kenapa oleh mata anda saja? Ya karena anak-anak tidak terlalu tertarik dengan penjelasan anda tentang tanaman hias. Swear!.

Tujuan dari urban farming pada dasarnya bukanlah sekedar menanam tanaman hias di dinding-dinding gedung tinggi yang kemudian secara salah kaprah disebut green tehnology, green urban dsb.

Urban farming seharusnya diarahkan untuk melawan ketergantungan kita terhadap pasar, melawan ketergantungan kita pada tengkulak, menjamin pemenuhan pangan sendiri dan utamanya untuk memangkas energi yang dikeluarkan dari lahan pertanian di pedesaan ke rumah anda.

Dengan cara ini anda sudah menjadi bagian dari green living.

Mau mencoba? Tidak ada salahnya mencoba. Ada banyak tempat untuk bertanya. Saya pun akan dengan senang hati menjawab pertanyaan anda.

Salam Swasembada

16 Likes